Anak & Media : Suka Bermain Lego dan Nonton Satria Bima Garuda
Kali ini anak yang menjadi subjek saya adalah anak berusia 5 tahun, yang biasa dipanggil Faza.
Faza adalah tetangga dekat rumah saya. Sering ia bermain ke rumah saya,
biasanya ingin bermain mainan yang ada di rumah saya, kadang ia membawa mainannya sendiri. Faza suka bermain lego. Ia suka
sekali membangun sesuatu yang ia sebut “istana” dari lego. Biasanya ia bermain
bersama kakaknya di rumah, dan kadang juga bermain di rumah saya dengan lego
yang ada di rumah saya. Ia suka membuat “Istana” yang tinggi dan kokoh, dengan
pilihan warna dan bentuk sesuai imajinasinya.
Kegiatan lain yang sering ia lakukan terutama di rumah, adalah menonton
tv. Sering juga kami menonton televisi bersama saat ia bermain ke rumah saya
maupun saat saya mampir ke rumahnya. Faza
suka sekali serial tv Bima Satria Garuda yang tayang di RCTI. Pernah suatu hari ia bermain ke rumah saya,
waktu itu hari minggu, ia menginginkan saya (waktu itu sedang menonton
televisi) mengganti channel tv RCTI untuk menonton Bima Satria Garuda.
Tuturnya, “apik iki mbak.. iso ngene, berubah!! (Re: bagus ini mbak, bisa
begini, berubah!!) *sambil memperagakan aksi Bima Satria Garuda saat akan
berubah*”. Ia suka dengan serial televisi ini karena ia selalu menunggu aksi
berubahnya Bima Satria Garuda, yang awalnya berwujud manusia menjadi sosok
pahlawan berkostum gagah, berkelahi untuk membela kebenaran. Dan selalu
menunggu adegan melawan musuh dengan kekuatan luar biasa yang dimiliki setiap
tokoh.
Data umum
|
Jenis : lego dengan ukuran lebih besar
|
Jenis : serial tv
Judul : bima satria garuda
Durasi: 30 menit, tahun 2013
|
Penyampaian
content
|
Lego warna-warni, ukuran besar
|
Film
|
Content
|
Macam-macam bentuk untuk dibentuk sesuatu sesuai
imajinasi.
|
Bercerita tentang figure Bima Satria Garuda membela
kebenaran, mengembalikan bumi dari serangan kelompok hitam (sebagai musuh)
|
Tujuan /
materi yang ingin disampaikan/pelajaran yang bisa diambil
|
·
Melatih kreativitas dan imajinasi anak
·
Melatih kemampuan motorik halus anak
|
·
Memberi contoh figure baik, berani, saling membantu
|
Sasaran
pembaca/penonton
|
· Anak usia pra sekolah dan usia sekolah
dasar, karena permainan ini dapat berfungsi dalam meningkatkan kreativitas
anak (dari segi kognitif) karena daya imajinasi yang tinggi, serta
meningkatkan kemampuan motorik halus anak
· Cocok untuk laki-laki maupun perempuan
karena dalam meningkatkan kreativitas, serta kemampuan kreativitas anak pada
permainan ini tidak dibatasi oleh jenis kelamin.
|
·
Cocok untuk laki-laki karena dalam serial tv ini menampilkan adegan
perkelahian yang identik ditunjukkan figure laki-laki dalam melawan
kejahatan.
|
Pengemasan
media (kelebihan & kelemahan)
|
· Lego dikemas dengan bentuk yang lebih
besar dan warna-warni sehingga dapat menarik minat anak
· Lego ini jika dimainkan secara kontinu,
dapat meningkatkan dan mengembangkan kreativitas anak, hal tersebut sesuai
dengan tujuan permainan ini
· Lego dapat dimainkan oleh semua usia,
namun leggo kali ini lebih diperuntukkan anak-anak karena bentuknya yang
lebih besar.
|
· Dalam beberapa scene, terdapat banyak
imajinasi untuk berubah menjadi figure pahlawan, memiliki kekuatan luar
biasa.
· Hal yang ditayangkan terkadang tidak
masuk akal atau diluar logika manusia dalam kehidupan sehari-hari
· Mengandung unsur kekerasan, dalam bentuk
perkelahian dan menggunakan senjata untuk melemahkan lawan
|
Teori yang
relevan
|
·
Pada usia 2 hingga 7 tahun anak masuk dalam tahap pemikiran
praoperasional. Tahap pemikiran ini kacau dan tidak terorganisasi dengan
baik. Pada subtahap fungsi simbolik, anak-anak mengembangkan kemampuan untuk
membayangkan secara mental suatu obyek yang tidak ada. (Piaget dalam
Santrock, 2002)
·
Pada usia 5 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak semakin
meningkat, bergerak dibawah komando yang lebih baik dari mata. (Santrock,
2002)
|
· Tahap psikososial yang menandai masa awal
anak-anak ialah prakarsa versus rasa bersalah (initiative vs guilt). Hingga
saat ini anak-anak telah yakin bahwa mereka adalah diri mereka sendiri; yang
selama masa awal anak-anak, mereka harus menemukan menjadi apa mereka kelak.
Mereka mengidentifikasikan diri melalui figure yang tampak sangat kuat dan
cantik di mata mereka, walaupun sering kali tidak masuk akal, tidak
menyenangkan, dan kadang-kadang bahkan berbahaya. (Erickson dalam Santrock,
2002)
·
Pada usia 2 hingga 7 tahun belajar
melalui apa yang ia lihat dan di dengar, dan selanjutnya akan ditiru.
(lingkungannya), lalu daya khayal atau imajinatif anak sangat bagus, sehingga
menghasilkan suatu tindakan yang telah dilihat di masa lalu dan dalam
imajinasi anak-anak. (Piaget, 1951)
yang dikutip Mussen, Conger, Kagen dan Huston (1984).
|
Analisis dari kedua media :
Yang pertama mengenai permainan lego. Permainan ini, jika ditinjau dari
jenis permainan ((Bergin, 1988) dalam Santrock 2004) termasuk dalam permainan
konstruktif, yang merupakan mengkombinasikan kegiatan sensorimotorik/praktis
yang berulang dengan representasi gagasan-gagasan simbolis. Permainan ini
terjadi ketika anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi
suatu produk atau suatu pemecahan masalah ciptaan sendiri. Permainan lego ini
melibatkan kemampuan motorik halus serta daya imajinasi anak dalam berkreasi
suatu hal yang baru. Menurut Piaget, pada usia 2 hingga 7 tahun anak masuk
dalam tahap pemikiran praoperasional. Tahap pemikiran ini kacau dan tidak
terorganisasi dengan baik. Pada subtahap fungsi simbolik, anak-anak
mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara mental suatu obyek yang tidak
ada. Disini Faza sering membuat beraneka ragam bentuk bangunan dari lego.
Biasanya ia membuat bangunan yang ia sebut “istana”. Saat membuat “istana”,
Faza tidak melihat secara langsung bentuk istana itu seperti apa. Dari pengalaman-pengalaman
sebelumnya, ia sudah mengetahui bentuk istana. Karena pada tahap ini pemikiran
anak masih kacau dan tidak terorganisasi
dengan baik, maka “istana” yang dibuatnya tidak beraturan. Tidak beraturan
disini berarti warna-warna yang ia pilih tidak senada, bentuk-bentuk belum
simetris. Jadi “istana” yang dibuatnya terkesan seperti tumpukan lego
warna-warni yang dominan dengan bentuk kubus. Meskipun begitu permainan ini
cocok untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak, dan memancing berkembangnya
kemampuan motorik halus, imajinasi serta kreativitas anak.
Selanjutnya mengenai serial tv Bima Satria Garuda. Dari pengamatan saya
tentang serial tv ini, figure Bima Satria Garuda ini selalu menghadapi musuh
jahat. Saat saya menonton serial tv ini, saat itu figure Bima Satria Garuda
mencoba menyelamatkan rekannya yang ditangkap oleh musuh jahatnya. Setiap scene
terdapat adegan berkelahi, antara tokoh baik dan tokoh jahat. Sebenarnya
tayangan ini memberikan nilai moral berupa saling membantu terhadap teman yang
kesusahan, membela kebenaran dan keadilan. Namun upaya penyaluran nilai moral
tayangan ini selalu diiringi dengan adegan perkelahian, yang mana secara tidak
langsung akan mempengaruhi penonton yang masih anak-anak dengan kemampuan acara
ini. Baik pengaruh kognitif, maupun perilaku.
Dalam suatu investigasi longitudinal, jumlah kekerasan yang ditonton di
televisi pada usia 8 tahun berhubungan
secara signifikan dengan keseriusan tindakan-tindakan kriminal yang dilakukan
orang dewasa (Huesmann, 1986). Anak laki-laki yang banyak menonton agresi di
televisi cenderung melakukan suatu kejahatan, kekerasan, bersumpah, agresif
dalam olahraga, mengancam kekerasan terhadap anak laki-laki lain. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa kekerasan televisi menyebabkan anak-anak lebih
agresif. Hal ini ditunjukkan oleh sikap
Faza yang memukuli kakaknya ketika hal yang ia inginkan direbut kakaknya, atau
semacamnya, meskipun frekuensinya tergolong tidak selalu.
Menurut Erickson (1968), tahap psikososial yang menandai masa awal
anak-anak ialah prakarsa versus rasa bersalah (initiative vs guilt). Hingga
saat ini anak-anak telah yakin bahwa mereka adalah diri mereka sendiri; yang
selama masa awal anak-anak, mereka harus menemukan menjadi apa mereka kelak.
Mereka mengidentifikasikan diri melalui figure yang tampak sangat kuat dan
cantik di mata mereka, walaupun sering kali tidak masuk akal, tidak
menyenangkan, dan kadang-kadang bahkan berbahaya. selama masa awal anak-anak,
anak-anak menggunakan ketrampilan-ketrampilan perseptual , motorik, kognitif,
dan bahasa mereka untuk melakukan sesuatu. Dengan daya tangkap anak yang
menonton serial tv ini, secara naluri kadang Faza mengidentifikasikan dirinya
sebagai tokoh Bima Satri Garuda. Dengan adegan-adegan yang ditonton, secara
tidak langsung mereka akan mencontohnya. Karena anak pada usia ini belajar
melalui apa yang ia lihat dan di dengar, dan selanjutnya akan ditiru.
(lingkungannya), lalu daya khayal atau imajinatif anak sangat bagus, sehingga
menghasilkan suatu tindakan yang telah dilihat di masa lalu dan dalam imajinasi
anak-anak.
My opinion / conclusion :
Saya lebih menyukai permainan leggo, karena permainan ini tidak berdampak
negative apapun pada anak jika dimainkan, justru dampak positif saja yang dapat
dirasakan. Diantaranya yaitu mengembangkan kemampuan kognitif meliputi
kreativitas dan imajinasi, sehingga saya menyarankan pada orangtua agar
mendampingi anaknya saat bermain supaya keoptimalan akan tujuan permainan ini
dapt tercapai dengan baik.
Sedangkan media yang satu lagi, yaitu serial tv Bima Satria Garuda
menurut saya kurang baik jika menjadi tontonan anak-anak. karena didalam
tayangannya mengandung perkelahian yang masuk dalam unsur kekerasan, meskipun
tujuannya untuk membela kebenaran. Karena sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan, menyimpulkan bahwa kekerasan televisi menyebabkan anak-anak lebih
agresif. Oleh karena itu disarankan untuk orang tua agar mendampingi anak
setiap kali menonton televisi, agar dapat memilah-milah tayangan yang baik
untuk anak.
AMALIA RAHMININGRUM
115120307111068
Great job, Amalia! analisamu komprehensif (bisa memadukan dari data lapangan dan teori) sayangnya, referensinya masih terlalu tua (tahun 68 dan 86 :) )
BalasHapus